sponsor

sponsor

Kabar Juang

Fokus Juang

Info Buruh

Siaran Resmi

Perspektif

Internasional

Sosbud

Inspirasi

» » Solidaritas Tanpa Batas: Sebuah Pelajaran Dari Bekasi

Solidaritas yang dibangun di jabodetabek
BEKASI - Di masa sekarang ini, paling tidak dalam setahun terakhir, gerakan buruh di bekasi telah menjadi contoh gerakan yang luar biasa bagi pengembangan gerakan kaum tertindas yang selama ini dimiskinkan dan dibodohkan. Militansi, solidaritas, dan juga radikalisasi, telah jadi makanan pokok bagi buruh di bekasi, yang bukan saja patut dicontoh oleh kaum buruh di seluruh Indonesia, tapi juga menunjukkan kedalaman tanggung jawab yang diberikan zaman ini kepada rakyat tertindas untuk membebaskan dirinya. Sekarang adalah saatnya bagi kaum buruh untuk belajar atas pengalaman-pengalamannya, agar segala perjuangan yang ada semakin terarah dan terbajakan, sekaligus agar kemenangan-kemenangan yang ada (yang masih sangat kecil) mampu terus dipertahankan dan diperluas.
Apa dan bagaimana gerakan buruh bekasi?
Sampai detik ini, gerakan buruh yang dikenal dengan istilah “geruduk/gerebek pabrik” di Bekasi belumlah berhenti. Sejak dimulai pertengahan Mei 2012, telah lebih dari 200 pabrik di Bekasi yang menjadi sasaran dari aksi ini, dan lebih dari 50.000 buruh yang telah dimenangkan oleh aksi-aksi ini. Kemenangan yang dimaksud bermacam-macam. Dari kenaikan upah, pembatalan PHK sepihak, sampai perubahan status kerja. Namun secara umum aksi-aksi ini berfokus pada pelanggaran dalam penerapan sistem kontrak dan outsourcing. Aksi-aksi geruduk/gerebek pabrik merupakan sebuah metode aksi yang tergolong baru dalam sejarah gerakan buruh di Indonesia. Instrumen/alat utama dari metode ini tentu saja adalah mogok kerja/produksi oleh para buruh ditempatnya bekerja. Mogok memang telah menjadi alat perjuangan terampuh kaum buruh dalam sejarahnya. Dalam banyak kasus di Bekasi, mogok kerja yang dilakukan tidak selalu mengacu pada prosedur mogok yang mana harus memberitahukan rencana mogok tersebut seminggu sebelumnya. Hal ini merupakan sebuah langkah maju yang radikal/mendasar yang ditunjukkan buruh, dimana hal tersebut seakan mengungkap dan menyimpulkan pengalaman-pengalaman kegagalan mogok oleh karena prosedur mogok. Prosedur mogok dianggap sebagai alat yang mempermudah para pemodal dalam mengantisipasi pemogokan (biasanya dengan cara intimidasi dan mengurangi resiko kerugian perusahaan) yang kemudian justru memperlemah kekuatan buruh sendiri dihadapan pemodal. Dalam arti, prosedur mogok mengurangi kekuatan mogok itu sendiri.
Dengan mempergunakan mogok sebagai alat perjuangan saja, buruh sebenarnya telah melakukan radikalisasi dari rute-rute formal yang biasanya macet dan tak berfungsi efektif, apalagi dengan mogok yang keluar dari prosedur formal. Radikalitas buruh di Bekasi bukan hanya ditunjukkan dengan mogok produksi, tetapi juga dengan penutupan akses keluar-masuk pabrik yang mempersulit para pemodal dan kaki-tangannya untuk menghindari tuntutan buruh. Pihak pemodal beberapa kali mengatakannya sebagai penyanderaan. Namun bagi buruh itu hanya permainan bahasa hukum untuk memutar balik keadaan. Sudah menjadi kelakuan buruk pemodal untuk menghindar/kabur dari tuntutan yang dihadapinya sebagai taktik mengulur waktu sampai buruh lelah, lengah, lalu memudahkan mereka untuk memecah. Buruh belajar baik dari pengalaman perlawanannya, sehingga dalam memenangkan tuntutan, dirasa penting bagi buruh untuk mempersempit ruang-ruang pemodal dalam mempergunakan kekuasaan modalnya.
Radikalitas perlawanan ini kemudian digabungkan dengan militansi berjuang dalam memenangkan tuntutan. Militansi ini tercermin dalam slogan “tidak ada kata pulang sebelum menang”. Artinya, buruh membulatkan tekad kuatnya untuk “habis-habisan” bertahan di pabrik sebelum adanya kesepakatan yang memenangkan buruh. Hampir semua aksi-aksi geruduk/gerebek pabrik diakhiri hingga malam hari. Bahkan ada yang bertahan dua hingga tiga hari. Militansi juga mampu menyempurnakan perangkat pasukan siap tempur atau garda terdepan buruh yang memegang teguh semangat rela berkorban, dan berfungsi sebagai pelopor aksi dan pengaman aksi dari pihak-pihak yang berusaha mengganggu aksi. Hampir tidak ada serikat buruh di bekasi yang tidak memiliki perangkat semacam ini.
Namun demikian, radikalisasi dan militansi yang digunakan buruh dalam aksi geruduk/gerebek pabrik diatas tidak akan cukup ampuh jika dia tidak ditopang oleh suatu instrumen pokok lain yang dimiliki oleh buruh bekasi, yang dalam beberapa kasus menjadi lebih vital dari yang lainnya, yaitu solidaritas tanpa batas. Solidaritas lah yang mampu menyuntikkan semangat tak kenal lelah kepada buruh yang sedang berjuang di suatu pabrik untuk memperkuat perjuangannya. Solidaritas juga yang melipat-gandakan kekuatan (fisik dan mental) buruh di suatu pabrik untuk menempuh radikalitas dan militansi perjuangannya. Kita ketahui bahwa mayoritas industri di Indonesia masihlah tergolong dalam skala kecil jika diukur dari jumlah buruh dalam suatu perusahaan. Dengan solidaritas tanpa batas, perjuangan di suatu pabrik yang jumlah buruhnya tergolong kecil (misalnya puluhan orang) dapat berlipatganda menjadi ribuan. Solidaritas merupakan kesatuan perasaan senasib dan sependeritaan dari buruh di pabrik lain terhadap buruh di pabrik yang bermasalah, yang membuat beban perjuangan buruh di suatu pabrik terasa lebih ringan. Dengan slogan “satu terluka semua tersakiti”, beban perjuangan menjadi dipanggul bersama-sama. Solidaritas yang terbangun di Bekasi pun bukan hanya solidaritas antar pabrik yang dinaungi oleh serikat buruh yang sama, melainkan juga solidaritas antar serikat buruh.
Dalam kondisi perlawanan yang massif demikian, jumlah buruh yang terorganisasi kedalam serikat-serikat buruh/pekerja meningkat pesat. Jika angka partisipasi buruh dalam serikat di Indonesia hanyalah sekitar 10%, di Bekasi, angka partisipasi buruh dalam serikat sudah hampir mencapai 30% dan sangat mungkin untuk terus bertambah. Partisipasi tersebut juga tidak hanya berada diatas kertas. Semua buruh yang berserikat sanggup menampilkan keaktifannya dalam setiap medan perjuangan, khususnya dalam aksi-aksi solidaritas geruduk/gerebek pabrik.
Dari mana asalnya solidaritas?
Seperti asal katanya, solidaritas adalah suatu bentuk sikap dan tindakan persaudaraan dan kebersamaan diantara elemen-elemen atau golongan-golongan yang memiliki kesamaan masalah, kesamaan nilai, maupun kesamaan tujuan. Pembangunan solidaritas tidaklah mudah ditengah sistem yang sedang mengarahkan setiap individu untuk mementingkan dirinya sendiri (individualis). Hal ini tercermin dengan masih banyaknya golongan-golongan yang memiliki kesamaan masalah/nilai/tujuan namun masih enggan untuk berinteraksi apalagi merasa bersaudara, sehingga cenderung memilih untuk menyelesaikan masalahnya secara sendiri-sendiri. Perasaan bersaudara yang kuat sebenarnya mampu mengarahkan berbagai golongan/elemen untuk bersatu menyelesaikan masalah-masalah yang sama yang sedang dihadapi. Namun sistem “mementingkan diri sendiri” lagi-lagi menghambatnya.
Organisasi serikat buruh/pekerja sebenarnya adalah alat utama yang mampu mengembangkan solidaritas/persaudaraan antara sesama golongan yang memiliki kesamaan masalah. Buruh misalnya, secara umum memiliki masalah yang sama, seperti upah yang murah, status kerja yang tidak jelas, perlindungan kerja yang minim, dan lain-lain yang merupakan kesewenang-wenangan pemodal. Dan biasanya, pendirian organisasi serikat buruh/pekerja di suatu pabrik pertama kali berfungsi dalam mengembangkan rasa persaudaraan buruh, walau masih dalam suatu pabrik. Sebenarnya tidak cukup sulit untuk menemukan kenyataan bahwa kondisi/masalah di pabrik tertentu memiliki kesamaan dengan kondisi/masalah di pabrik lain, yang mana mampu memunculkan semangat persaudaraan antar pabrik. Tetapi pada awalnya, tidak semua organisasi serikat buruh/pekerja yang berkepentingan mendekatkan pengetahuan ini pada anggotanya. Apalagi jika serikat yang dibangun hanyalah serikat tingkat perusahaan yang tidak berafiliasi dengan federasi serikat buruh/pekerja tingkat kota/nasional, buruh/pekerja hanya dikondisikan untuk mengetahui dan memperdulikan kondisi di pabriknya semata. Berbekal pengetahuan dan interaksi yang cukup antara buruh lintas pabrik, solidaritas adalah hal yang mutlak terjadi.
Namun lagi-lagi, sistem “mementingkan diri sendiri” menjadi penghalang, karena sistem “mementingkan diri sendiri” bukan hanya terdapat pada individu-individu buruh dan anggota serikat buruh, melainkan juga sudah masuk pada organisasi serikat buruh/pekerja itu sendiri yang mana dipimpin oleh individu-individu. Salah satu penghalang solidaritas antar serikat buruh dikarenakan setiap serikat buruh pada awalnya hanya berkepentingan untuk membesarkan organisasinya sendiri. Bahkan persaingan antar organisasi serikat buruh sering tidak dapat dihindari. Hal ini biasanya mengikis kembali semangat persaudaraan yang sudah muncul dikalangan buruh berserikat, dan kembali lagi memperdulikan dirinya sendiri dan serikat tingkat pabriknya sendiri. Konsekuensi dari penurunan semangat solidaritas adalah kemunduran gerakan itu sendiri. Kebesaran solidaritas gerakan buruh di Bekasi senyatanya lahir pertama kali oleh karena pemimpin-pemimpin serikat buruh nya mampu menghubungkan antara kepentingannya terhadap organisasi dengan kepentingannya terhadap pembangunan gerakan. Dan tentu, pemimpin-pemimpin yang demikian hanyalah pemimpin-pemimpin yang memiliki kesadaran tertentu dalam kepentingannya mengembangkan gerakan buruh. Pemimpin-pemimpin yang demikian sejatinya dapat dikatakan sebagai pelopor gerakan sesungguhnya, yang kemudian, suka atau tidak suka, mampu menyeret pemimpin-pemimpin serikat lain untuk terlibat serta dalam gerakan-gerakan geruduk/gerebek pabrik yang ada sekarang ini.
Patut dijadikan catatan juga, bahwa mendalamnya rasa solidaritas/persaudaraan antara sesama buruh di Bekasi tidak terlepas juga dari kemajuan gerakan yang sudah ditunjukkan dalam pergolakan mogok kawasan dan sweeping pabrik pada akhir Januari dalam isu upah dan pada 30 Maret yang lalu dalam isu penolakan kenaikan BBM. Perlawanan dalam momentum itu mampu menembus buruh-buruh yang belum berorganisasi sekalipun, sehingga kemudian memunculkan hasrat yang kuat bagi buruh untuk terlibat dalam organisasi dan berjuang bersama-sama. Harus diakui bahwa Buruh Bekasi Bergerak dan Sekber Buruh Bekasi merupakan dua organisasi aliansi yang berhasil mengembangkan gerakan buruh di Bekasi sampai pada bentuknya yang sekarang ini. Tanggung jawab selanjutnya dari gerakan buruh di Bekasi adalah menyebarluaskan pengalaman-pengalaman juang nya bagi kaum buruh di seluruh Indonesia; memperkuat solidaritas antar rakyat (yang sudah mulai terbangun) lewat isu/tuntutan yang mencakup keseluruhan rakyat; dan membangun kekuatan politik buruh/rakyat yang mandiri tentunya, sebagai bekal untuk kesejahteraan yang sejati.
*) Dimuat dalam buletin “BERGERAK!” edisi 1 – Federasi PROGRESIP

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply