sponsor

sponsor

Kabar Juang

Fokus Juang

Info Buruh

Siaran Resmi

Perspektif

Internasional

Sosbud

Inspirasi

» » Upah Tidak Benar-Benar Naik, Tapi Harga Benar-Benar Naik

upah dan harga

Kaum buruh di Jabotabek saat ini sedang dihadapkan oleh taktik kotor pemerintah dan pengusaha sekaligus. Pertama adalah mengilusi buruh kalau “upah sudah naik signifikan” lewat kenaikan UMP/K yang rata-rata naik 30-40%. Hal ini langsung disusul dengan pernyataan SBY di media-media bahwa “era buruh murah sudah berakhir”. Namun apakah hal ini benar? Tentu saja jika UMP/K tersebut benar-benar dijalankan, ada alasan untuk mengatakan “benar” bahwa upah buruh naik signifikan. Dan kalaupun benar, hal ini tentu tidak jatuh dari langit atau hasil kebaikan hati pemerintah, melainkan hasil kegigihan perjuangan dan persatuan buruh yang setiap saat melakukan aksi dan desakan untuk upah yang layak. Namun ini menjadi tidak benar dan mirip semacam “tipuan” karena pemerintah sekaligus mengatakan akan mempermudah “penangguhan upah” yang diajukan pengusaha. Bahkan bukan lagi perkataan, tetapi pemerintah pun telah menyetujui penangguhan kenaikan upah yang diajukan oleh ribuan pengusaha di Jabotabek. Sebagian besar penangguhan ini pun terkesan licik dan “akal-akalan” karena tidak ada transparansi atas dasar penangguhan upah yang sesuai dengan peraturan yang mengaturnya, yaitu disetujui oleh mayoritas buruh, dan bukti ketidakmampuan perusahaan dalam menjalankan UMP/K. Dibeberapa perusahaan bahkan penangguhan upah dilakukan dengan cara yang sangat intimidatif dengan memaksa (dengan ancaman PHK, dll) tanda tangan persetujuan buruh untuk penangguhan upah. Disaat yang sama semakin banyak perusahaan yang menggunakan preman, polisi dan aparat negara untuk merepresi kaum buruh Indonesia yang semakin aktif berjuang demi kesejahteraannya. Akhir tahun 2012 para aktivis serikat buruh di Jakarta dan Bekasi dicari-cari oleh preman. Misalnya saja kawan-kawan buruh di PT Dongan Cikarang dan PT. Hansolindo Cakung yang sekarang dicari-cari oleh preman setiap hari. Tujuan dari tindakan premanisme yang dibiarkan aparat ini jelas untuk menakuti buruh dan kemudian disusul dengan PHK sepihak pengurus serikat buruh dalam rangka menghancurkan keberadaan serikat buruh yang aktif berjuang. Sudah ratusan lebih pengurus serikat buruh yang di PHK sepihak dan masih akan terus melanjutkan perlawanannya terhadap PHK ini. “Era buruh murah yang sudah berakhir” seperti yang dikatakan SBY menjadi semakin tidak benar dengan kebijakan terbaru pemerintah menaikkan harga TDL—dan kemudian elpiji, dan selanjutnya dan sebagainya. Pemerintah boleh mengatakan bahwa kenaikan TDL hanya diberlakukan kepada pelanggan 1300 watt yang dimiliki oleh golongan menengah keatas. Namun sudah tentu kenaikan ini akan memicu dan membuka peluang para pemilik modal (termasuk pemilik pabrik) untuk menaikkan harga-harga barang kebutuhan rakyat. Golongan pemilik modal akan menjadi lebih mudah untuk mengatasi kenaikan TDL ini dengan menaikkan harga-harga barang yang mereka kuasai. Artinya golongan pemilik modal tetap tidak rugi. Sedangkan dengan bertambah mahalnya harga-harga tentu akan menekan nilai upah terhadap harga-harga tersebut, yang mengakibatkan nilai upah buruh tetap murah seperti sebelumnya, dan menyebabkan pelanggan dibawah 900 watt yang tidak terkena kenaikan TDL pun harus menanggung beban kenaikan harga yang tidak mampu dikontrol oleh pemerintah. Sudah seperti sediakala nya pemerintahan SBY (juga partai-partai politik di DPR) memang menjalankan kebijakan neoliberalisme yang membuka Indonesia untuk lebih banyak investasi asing dan penswastaan tanpa peduli dampaknya terhadap rakyat pekerja. Lewat Neoliberalisme, sudah menjadi skenario bahwa semua subsidi energi terhadap rakyat (listrik, BBM, elpiji, dll) akan dicabut dengan berbagai siasat. Anehnya anggaran kementerian pertahanan justru bertambah mencapai Rp 76,538 triliun tahun ini. Kementerian ini bertanggung jawab terhadap TNI yang sering dipakai untuk merepresi buruh. Uang  sebanyak ini seharusnya diarahkan dan dipakai untuk membantu rakyat agar dapat sejahtera, dan bukan untuk persenjataan yang sering dipakai untuk mengintimidasi rakyat. Tapi gerakan rakyat yang sadar tentu juga tidak akan tinggal diam. Mogok nasional 3 Oktober yang lalu telah menjadi contoh baik bagi buruh maupun rakyat bahwa persatuan perjuangan rakyat akan membawa ketakutan pada pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang pada rakyat. Rakyat harus terus mengobarkan perjuangannya agar tidak terus-menerus dimiskinkan dalam sistem yang tidak berkeadilan. Bukan hanya melawan kebijakan-kebijakan yang memiskinkan, rakyat juga sudah harus memulai memberi solusi-solusi nya secara keseluruhan. Terhadap kenaikan harga listrik misalnya, pemerintah harus kembali menasionalisasikan PLN (yang sebagiaannya sudah diprivatisasi kepada swasta lewat UU Kelistrikan) sehingga PLN tidak lagi dijalankan untuk meraih keuntungan, tapi bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan. Demikian juga bagi BUMN-BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti Pertamina dll, rakyat harus sekuat tenaga melawan laju penyerahannya kepada swasta yang membuka peluang orientasi nya pada keuntungan. Namun tidak berarti rakyat rela menyerahkan operasional BUMN-BUMN tersebut ditangan para koruptor yang selalu membuat BUMN dikesankan merugi. Untuk itulah penting bagi rakyat untuk membangun gerakan dan kekuatan politik nya sendiri untuk mengkontrol aset-aset negara yang menguasai hidup orang banyak seperti PLN, Pertamina, dll, agar rakyat semakin MEMILIKI HAK untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang berdampak pada hidupnya. Gerakan kontrol ini juga harus dilakukan terhadap harga BBM, TDL dan harga kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat lainnya. Rakyat harus semakin menyatakan sikapnya tentang harga-harga kebutuhan pokok yang sesuai dengan kemampuan rakyat. Akan semakin mudah jika Buruh dan Rakyat yang termiskinkan memiliki kekuatan politik nya sendiri yang mandiri. Kedaulatan rakyat berarti keberdayaan rakyat dalam mengontrol hal-hal yang menyangkut kehidupan nya demi mencapai kesejahteraan. Bukan buruh dan rakyat lagi yang harus menyesuaikan dirinya terhadap kemampuan pemilik modal (yang sering direkayasa) dan terhadap kenaikan harga-harga, tetapi pemilik modal dan harga-harga yang dikuasai para pemilik modal lah yang harus menyesuaikan dirinya pada kemampuan dan kesejahteraan rakyat!

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply